Jum'at Barokah, jangan lupa sedekah
Kelahiran
Nabi Muhammad merupakan peristiwa yang tiada bandingnya dalam sejarah
umat manusia, karena kehadirannya telah membawa zaman baru dalam
pembangunan peradaban dunia bahkan alam semesta
(رحمةللعالمين/rahmatul-lil’alamin 21:107)
Beliau
adalah utusan Allah SWT yang terakhir sebagai pembawa kebaikan dan
kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Michael Hart dalam bukunya,
menempatkan beliau sebagai orang nomor satu dalam daftar seratus orang
yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah. Kata Hart,
“Muhammad Saw terpilih untuk menempati posisi pertama dalam urutan
seratus tokoh dunia yang paling berpengaruh, karena beliau merupakan
satu-satunya manusia yang memiliki kesuksesan yang paling hebat di
dalam kedua bidang-bidang sekaligus : agama dan bidang duniawi”.
Kesuksesan
Nabi Muhammad Saw telah banyak dibahas para ahli sejarah, baik
sejarawan Islam maupun sejarawan Barat. Salah satu sisi kesuksesan Nabi
Muhammad adalah kiprahnya sebagai seorang padagang (wirausahawan).
Namun, sisi kehidupan Nabi Muhammad sebagai pedagang dan pengusaha
kurang mendapat perhatian khusus dari kalangan ulama. Kita perlu
merekonstruksi sisi tijarah Nabi Muhammad Saw, khususnya manajemen
bisnis yang beliau terapkan sehingga mencapai sukses spektakuler di
zamannya.
Aktivitas Bisnis Muhammad
Reputasi
Nabi Muhammad dalam dunia bisnis dilaporkan antara lain oleh Muhaddits
Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa beliau memilih perkerjaan
sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki modal, beliau
menjadi manajer perdagangan para investor (shohibul mal) berdasarkan
bagi hasil. Seorang investor besar Makkah, Khadijah, mengangkatnya
sebagai manajer ke pusat perdagangan Habshah di Yaman. Kecakapannya
sebagai wirausaha telah mendatangkan keuntungan besar baginya dan
investornya.Tidak satu pun jenis bisnis yang ia tangani mendapat
kerugian. Ia juga empat kali memimpin ekspedisi perdagangan untuk
Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di sebelah timur Semenanjung
Arab.
Dalam
literatur sejarah disebutkan bahwa di sekitar masa mudanya, Nabi Saw
banyak dilukiskan sebagai Al-Amin atau Ash-Shiddiq dan bahkan pernah
mengikuti pamannya berdagang ke Syiria pada usia anak-anak, 12 tahun.
Lebih
dari dua puluh tahun Nabi Muhammad Saw berkiprah di bidang wirausaha
(perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq,
Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Namun demikian,
uraian mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagangnya kurang
memperoleh pengamatan selama ini.
Sejak
sebelum menjadi mudharib (fund manager) dari harta Khadijah, ia kerap
melakukan lawatan bisnis, seperti ke kota Busrah di Syiria dan Yaman.
Dalam Sirah Halabiyah dikisahkan, ia sempat melakukan empat lawatan
dagang untuk Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke Jorasy, serta ke
Yaman bersama Maisarah. Ia juga melakukan beberapa perlawatan ke
Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ke Syiria adalah perjalanan
atas nama Khadijah yang kelima, di samping perjalanannya sendiri- yang
keenam-termasuk perjalanan yang dilakukan bersama pamannya ketika Nabi
berusia 12 tahun.
Di
pertengahan usia 30-an, ia banyak terlibat dalam bidang perdagangan
seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga dari perjalanan
dagang Nabi setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah: pertama,
perjalanan dagang ke Yaman, kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najran.
Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-perjalanan tersebut, Nabi
terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji, di
festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi sibuk
mengurus perdagangan grosir pasar-pasar kota Makkah. Dalam menjalankan
bisnisnya Nabi Muhammad jelas menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang
jitu dan handal sehingga bisnisnya tetap untung dan tidak pernah
merugi.
Implementasi manajemen bisnis
Jauh
sebelum Frederick W. Taylor (1856-1915) dan Henry Fayol mengangkat
prinsip manajemen sebagai suatu disiplin ilmu, Nabi Muhammad Saw. sudah
mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktek
bisnisnya. Ia telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan
hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat
di dalamnya. Bagaimana gambaran beliau mengelola bisnisnya, Prof.
Afzalul Rahman dalam buku Muhammad A Trader, mengungkapkan:
“Muhammad
did his dealing honestly and fairly and never gave his customers to
complain. He always kept his promise and delivered on time the goods of
quality mutually agreed between the parties. He always showed a gread
sense of responsibility and integrity in dealing with other people”.
Bahkan dia mengatakan: “His reputation as an honest and truthful
trader was well established while he was still in his early youth”.
Berdasarkan tulisan Afzalurrahman di atas, dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang
jujur
dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para
pelanggannya komplen. Dia sering menjaga janjinya dan menyerahkan
barang-barang yang di pesan dengan tepat waktu. Dia senantiasa
menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi
dengan siapapun. Reputasinya sebagai seorang pedagang yang jujur dan
benar telah dikenal luas sejak beliau berusia muda.
Dasar-dasar
etika dan menejemen bisnis tersebut, telah mendapat legitimasi
keagamaan setelah beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika
bisnis yang diwariskan semakin mendapat pembenaran akademis di
penghujung abad ke-20 atau awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern,
seperti tujuan pelanggan dan kepuasan konsumen (costumer satisfaction),
pelayanan yang unggul (service exellence), kompetensi, efisiensi,
transparansi, persaingan yang sehat dan kompetitif, semuanya telah
menjadi gambaran pribadi, dan etika bisnis Muhammad Saw ketika ia masih
muda.
Pada
zamannya, ia menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip
kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan sehat. Ia tak segan-segan
mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang
tegas kepada para pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala negara, law
enforcement benar-benar ditegakkan kepada para pelaku bisnis nakal.
Beliau pula yang memperkenalkan asas “Facta Sur Servanda” yang kita
kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian. Di tangan
para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi,
yang dibangun atas dasar saling setuju “Sesungguhnya transaksi jual-beli
itu (wajib) didasarkan atas saling setuju (ridla)….” Terhadap tindakan
penimbunan barang, beliau dengan tegas menyatakan: “Tidaklah orang
yang menimbun barang (ihtikar) itu, kecuali pasti pembuat kesalahan
(dosa)!!!”
Sebagai
debitor, Nabi Muhammad tidak pernah menunjukkan wanprestasi (default)
kepada krediturnya. Ia kerap membayar sebelum jatuh tempo seperti yang
ditunjukkannya atas pinjaman 40 dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’.
Bahkan kerap pengembalian yang diberikan lebih besar nilainya dari
pokok pinjaman, sebagai penghargaan kepada kreditur. Suatu saat ia
pernah meminjam seekor unta yang masih muda, kemudian menyuruh Abu
Rafi’ mengembalikannnya dengan seekor unta bagus yang umurnya tujuh
tahun. “Berikan padanya unta tersebut, sebab orang yang paling utama
adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik”
(HR.Muslim).
Sebagaimana
disebut diawal, bahwa penduduk Makkah sendiri memanggilnya dengan
sebutan Al-Shiddiq (jujur) dan Al-Amin (terpercaya). Sebutan Al-Amin ini
diberikan kepada beliau dalam kapasitasnya sebagai pedagang. Tidak
heran jika Khadijah pun menganggapnya sebagai mitra yang dapat
dipercaya dan menguntungkan, sehingga ia mengutusnya dalam beberapa
perjalanan dagang ke berbagai pasar di Utara dan Selatan dengan
modalnya. Ini dilakukan kadang-kadang dengan kontrak biaya (upah),
modal perdagangan, dan kontrak bagi hasil.
Dalam
dunia manajemen, kata benar digunakan oleh Peter Drucker untuk
merumuskan makna efisiensi dan efektivitas. Efisiensi berarti melakukan
sesuatu secara benar (do thing right), sedangkan efektivitas adalah
melakukan sesuatu yang benar (do the right thing).
Efisiensi
ditekankan pada penghematan dalam penggunaan input untuk menghasilkan
suatu output tertentu. Upaya ini diwujudkan melalui penerapan konsep
dan teori manajemen yang tepat. Sedangkan efektivitas ditekankan pada
tingkat pencapaian atas tujuan yang diwujudkan melalui penerapan
leadership dan pemilihan strategi yang tepat.
Prinsip
efisiensi dan efektivitas ini digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan suatu bisnis. Prinsip ini mendorong para akademisi dan
praktisi untuk mencari berbagai cara, teknik dan metoda yang dapat
mewujudkan tingkat efisiensi dan efektivitas yang setinggi-tingginya.
Semakin efisien dan efektif suatu perusahaan, maka semakin kompetitif
perusahaan tersebut. Dengan kata lain, agar sukses dalam menjalankan
binis maka sifat shiddiq dapat dijadikan sebagai modal dasar untk
menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas.
Demikian
sekelumit sisi kehidupan Nabi Muhammad dalam dunia bisnis yang sarat
dengan nilia-nilai manajemen, Semoga para pebisnis modern, dapat
meneladaninya sehingga mereka bisa sukses dengan pancaran akhlak
terpuji dalam bisnis .
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:EV60EVIhcdkJ:tambihun-linafsi.blogspot.com/2011/03/manajemen-bisnis-ala-nabi-muhammad.html+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a--
Selamat Pagi | Salam SUMRINGAH...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar